MAKI Jatim Bersama Elemen Masyarakat Tegaskan Komitmen “Zero Pungli” Pendidikan dan Tolak Demo Politik Turunkan Gubernur

Surabaya, inilah berita – Berbagai isu pungutan hingga dugaan pungli kerap mencuat, meski Dinas Pendidikan Jawa Timur telah berulang kali menegaskan komitmen mewujudkan tata kelola yang bersih.

Polemik pungli yang terlontar kembali menjadi sorotan publik, khususnya ketika tahapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) digelar setiap tahun.

Munculnya isu liar soal darurat pungli di Jawa Timur membuat Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Koordinator Wilayah Jawa Timur menggelar diskusi publik bertajuk “Jawa Timur Sedang Baik-Baik Saja, Penegasan Zero Pungli Dinas Pendidikan Jawa Timur” pada Kamis (28/08/25).

Acara ini menghadirkan Ketua MAKI Jatim, Heru Satriyo, Pemerhati Masyarakat, DR. Basa Alim Tualeka, Tokoh Masyarakat Madura, Mat Mochtar serta Ketua Forum Komunikasi Ketua Komite SMA/SMK se-Jawa Timur (FKKS Jatim), Kunjung Wahyudi, dihadiri pula sejumlah aktivis pendidikan dan masyarakat sipil.

Dalam paparannya, Heru Satriyo menegaskan bahwa kondisi Jawa Timur dalam hal tata kelola pendidikan masih berada pada jalur yang benar. Ia juga menepis isu nasional soal gejolak aksi massa di Kabupaten Pati yang coba ditarik ke wilayah Jatim.

“Pemerintah Provinsi Jawa Timur sangat aktif bergerak memberikan yang terbaik untuk rakyat. Tata kelola pendidikan juga baik-baik saja,” ujar Heru.

Ketua FKKK Jatim hadir sebagai pembicara, menegaskan bahwa kondisi Jawa Timur saat ini stabil dan tidak sedang menghadapi persoalan besar sebagaimana kerap disuarakan oleh pihak-pihak tertentu.

“Narasi negatif selalu dibangun, pengelola sekolah dilaporkan pada hal yang belum jelas. Padahal pendidikan itu tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat,” tegas Kunjung.

Ia menyampaikan bahwa isu-isu miring yang diarahkan pada dunia pendidikan, khususnya terkait dugaan pungutan liar (pungli) di SMA dan SMK, hanyalah opini yang kerap digoreng tanpa landasan faktual.

Baca juga  Gubernur Jatim, Khofifah Pastikan Taman Apsari Bersih dan Pulih Pasca Pesta Rakyat

“Tidak ada persoalan besar sebagaimana digembar-gemborkan. Justru kita perlu menegaskan bersama bahwa pendidikan di Jawa Timur berjalan baik dan tidak ada pungli di sekolah,” ujar Kunjung Wahyudi.

Lebih lanjut, Kunjung memaparkan landasan hukum yang jelas terkait bantuan, sumbangan, dan pungutan pendidikan sesuai dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016. Menurutnya, opini yang dibangun oleh oknum tertentu seolah-olah semua bentuk partisipasi orang tua adalah pungli adalah kesalahan besar.

Ia menjelaskan bahwa pungutan hanya berlaku bila bersifat wajib dan dilakukan sekolah, sementara sumbangan bersifat sukarela sesuai kemampuan orang tua.

Diskusi publik ini juga menyoroti peran komite sekolah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Komite berfungsi memberikan pertimbangan, menggalang dana, mengawasi, serta menindaklanjuti masukan dari masyarakat.

Namun, yang sering disalahpahami adalah fokus pada penggalangan dana, sehingga muncul tuduhan adanya praktik pungli.

Kunjung menyambut baik forum diskusi ini sebagai langkah meluruskan informasi yang simpang siur. Ia menilai masyarakat perlu diedukasi agar tidak mudah terprovokasi oleh opini yang menyesatkan.

Selanjutnya Kunjung Wahyudi menekankan pentingnya transparansi dan musyawarah dalam penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).

“Dengan begitu, semua pihak akan memahami bahwa partisipasi masyarakat bukanlah bentuk pungli, melainkan dukungan nyata bagi pendidikan,” terangnya.

Sementara itu, Dr. Basa Alim Tualeka, akademisi sekaligus pemerhati kebijakan publik, menekankan bahwa polemik pendidikan seharusnya tidak dijadikan komoditas politik.

“Pendidikan harus ditempatkan sebagai kebutuhan fundamental yang mengedepankan transparansi, kolaborasi, serta keberlanjutan kebijakan,” ujar Dr. Basa Alim Tualeka.

Senada, diucapkan tokoh Madura, Mat Mochtar mengingatkan agar publik tidak terjebak dalam isu provokatif yang bisa mengganggu harmoni sosial di Jawa Timur.

Baca juga  LSM Aliansi Alam Bersatu Menggelar Diklat Pemantapan Wawasan Kebangsaan di Pacet Mojokerto

Menurutnya, menjaga kondusifitas adalah syarat utama bagi keberlangsungan pembangunan di provinsi berpenduduk lebih dari 42 juta jiwa itu.

Diskusi publik ini ditutup dengan deklarasi Pernyataan Sikap MAKI Jatim. Yang menegaskan dukungan terhadap stabilitas Jawa Timur serta menolak segala bentuk demonstrasi yang bertujuan menurunkan Gubernur Khofifah Indar Parawansa.

Dalam pernyataannya, MAKI Jatim menekankan lima poin besar:

1. Menjaga stabilitas dan kondusifitas. Mereka mendukung Jawa Timur tetap aman, damai, dan menolak provokasi maupun ujaran kebencian.

2. Mendorong pemerintahan bersih. Transparansi, bebas korupsi, serta pengawasan publik terhadap dana hibah, bansos, dan APBD menjadi tuntutan utama.

3. Menolak demo politik. Gerakan massa yang bertujuan menjatuhkan kepala daerah dinilai kontraproduktif, inkonstitusional, dan hanya merugikan rakyat.

4. Aspirasi rakyat kecil. Pemerintah diminta memberi perhatian serius pada harga kebutuhan pokok, pendidikan terjangkau, kesehatan berkualitas, hingga penguatan UMKM, koperasi, dan ekonomi pesantren.

5. Menjaga persatuan. Mereka menyerukan masyarakat Jatim untuk menolak politisasi SARA dan memperkuat kerukunan antaragama, antarsuku, dan antargolongan.

“Demo adalah hak demokratis, tetapi harus membawa solusi, bukan menciptakan konflik dan kekacauan,” tegas Heru Satriyo.

Sebagai provinsi besar sekaligus pusat ekonomi, pendidikan, dan pesantren, Jawa Timur dipandang sangat strategis. MAKI menilai, jika kondisi sosial-politik Jatim tidak kondusif, pembangunan akan terhambat dan rakyat yang paling dirugikan.

Di akhir diskusi, MAKI Jatim bersama elemen masyarakat menyuarakan tekadnya:

“Kami mendukung Jawa Timur tetap aman, damai, dan kondusif. Kami menolak segala bentuk demo yang bertujuan menurunkan Gubernur Khofifah. Kami berdiri untuk persatuan, kerukunan, dan kesejahteraan rakyat Jawa Timur.” (ian)