Konflik Antar Warga di Kawasan Tambang Emas Gunung Botak: Warga Kaiely Dianiaya hingga Babak Belur

Namlea, inilah berita – Sebuah insiden kekerasan yang melibatkan warga dari dua desa di Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, kembali mencuat di kawasan tambang emas Gunung Botak, Jumat (03/10/2025). Base camp berupa tenda milik warga Desa Pela yang berada di areal sagu-sagu Anahoni dibakar habis oleh sekelompok massa yang diduga berasal dari Desa Kaiely.
Pembakaran ini diduga sebagai bentuk balasan atas penganiayaan yang dialami salah seorang warga Desa Kaiely berinisial OA, yang mengakibatkan luka serius di bagian kepala.
Kejadian ini menambah daftar panjang konflik sosial di wilayah pertambangan ilegal yang kerap menjadi sumber ketegangan antar komunitas lokal.
Kawasan tambang emas Gunung Botak, yang terletak di Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, memang dikenal sebagai area rawan konflik karena aktivitas penambangan yang tidak terkontrol.
Areal sagu-sagu Anahoni, yang menjadi lokasi kejadian, sering digunakan sebagai base camp sementara oleh para penambang dan warga sekitar. Pada malam kejadian, sekitar pukul 23.00 WIT, situasi memanas ketika massa dari Desa Kaiely tiba di tempat kejadian perkara (TKP) dan langsung melakukan aksi pembakaran.
Insiden ini terjadi hanya tiga hari sebelum laporan ini diterbitkan, tepatnya pada Senin, (6/10/2025), dan informasi awal diperoleh melalui rilis WhatsApp dari seorang intel TNI-AD yang meneruskan keterangan saksi mata.
Menurut keterangan saksi yang enggan disebutkan namanya, kejadian bermula lebih awal pada hari yang sama, Jumat, (3/10/2025), sekitar pukul 20.00 WIT.
Dari jarak sekitar 100 meter dari tendanya, saksi melihat adanya pengejaran terhadap seseorang menggunakan kendaraan roda dua merek Honda CRF, yang datang dari arah tenda milik masyarakat Desa Pela.
Awalnya, saksi mengira bahwa pengejaran tersebut terkait dengan tindak pidana pencurian, yang memang sering terjadi di kawasan tambang. Namun, tak lama kemudian, terungkap bahwa insiden tersebut sebenarnya merupakan tindak pidana penganiayaan terhadap seorang warga Desa Kaiely, dengan pelaku diduga sekelompok masyarakat dari Desa Pela.
”Namun tidak lama, diketahui oleh sumber bahwa pengejaran tersebut bukanlah tindak pidana pencurian melainkan telah terjadi tindak pidana penganiayaan terhadap seorang warga desa Kaielay, yang pelakunya diduga sekelompok masyarakat Desa Pela,” ujar sumber.
Setelah insiden penganiayaan itu, situasi semakin memburuk. Sekitar pukul 23.00 WIT, saksi kembali melihat kelompok masyarakat yang berasal dari Desa Kaiely tiba di TKP menggunakan dua unit kendaraan roda empat. Mereka datang sambil berteriak-teriak, meminta orang-orang yang berada di areal sagu-sagu, tepatnya di base camp (tenda) milik masyarakat Desa Pela, untuk keluar dari dalam tenda.
Tanpa menunggu lama, massa tersebut langsung melakukan pemotongan tenda-tenda menggunakan parang (golok) dan kemudian membakarnya hingga hangus. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk kesal terhadap penganiayaan yang dialami warga mereka.
Usai melakukan pembakaran tenda-tenda milik warga Pela, sekelompok massa yang diduga berasal dari Desa Kaiely langsung meninggalkan TKP.
Namun, sebelum pergi, mereka sempat berjanji untuk melakukan pencarian kembali pada esok hari terhadap pelaku yang diduga melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap salah satu masyarakat Desa Kaiely. Ancaman ini menambah kekhawatiran akan eskalasi konflik lebih lanjut di kawasan yang sudah rawan tersebut.
Berdasarkan informasi yang berhasil dikumpulkan, motif di balik kejadian ini diawali oleh kesalahpahaman yang terjadi saat mengonsumsi minuman keras.
Hal ini sering menjadi pemicu konflik kecil yang kemudian membesar di lingkungan pertambangan, di mana alkohol kerap dikonsumsi untuk menghilangkan kelelahan setelah bekerja. Meskipun demikian, pihak berwen. (Ysf)


