Ketua DPC PWDPI Sidoarjo Tanggapi Laporan Relawan Mimik Idayana : Pelaporan Itu Justru Mencerminkan Sikap Anti Kritik

Sidoarjo, inilah berita – Tim PWDPI Sidoarjo – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) Kabupaten Sidoarjo, Agus Subakti, ST, akhirnya angkat bicara menanggapi pelaporan yang dilakukan oleh Tim Hukum Relawan Mimik Idayana ke Polda Jawa Timur.

Laporan tersebut menuduh adanya dugaan pencemaran nama baik terhadap Wakil Bupati Sidoarjo, Hj. Mimik Idayana, yang disebut dilakukan oleh oknum dalam organisasi masyarakat bernama PANTAU.

Dalam pernyataan sikap resminya, Agus Subakti menilai langkah pelaporan tersebut justru mencerminkan sikap anti kritik dari pihak relawan maupun pihak yang dilaporkan mewakili pejabat publik.

Agus menyayangkan tindakan pelaporan itu karena dinilai berpotensi membungkam ruang aspirasi warga yang selama ini dijamin oleh konstitusi.

“Langkah pelaporan ini kami nilai terlalu tergesa-gesa dan seolah hendak membungkam hak warga untuk menyampaikan pendapatnya. Kritik dan aspirasi publik yang disampaikan dalam bentuk surat, aksi damai, maupun siaran pers, bukan serta-merta menjadi pencemaran nama baik. Ini negara hukum, bukan negara kekuasaan,” tegas Agus Subakti saat ditemui di sekretariat DPC PWDPI Sidoarjo, Jumat (19/7/2025).

Sebagaimana diketahui, dalam laporan yang telah dimuat media online Bidiknasional, Tim Hukum Relawan Mimik Idayana menyebut adanya penyebaran surat pemberitahuan aksi yang dinilai berisi fitnah terhadap sang wakil bupati. Surat tersebut disebut mencantumkan nama alias “Edi” sebagai pihak yang diduga menyebarkan narasi bernuansa pencemaran nama baik.

Relawan Mimik Idayana, saat lakukan pelaporan di Polda Jatim.

Menanggapi hal itu, Agus Subakti mengingatkan bahwa konstitusi Republik Indonesia, khususnya Pasal 28E UUD 1945, menjamin secara penuh hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum dan menyurati institusi resmi, termasuk aparat penegak hukum.

“Kalau ada masyarakat yang menduga adanya pelanggaran hukum, lalu mereka menyampaikan secara tertulis ke polisi atau ke media, maka itu sah dan bukan tindak pidana. Justru pelaporan balik seperti ini bisa menjadi preseden buruk dalam kehidupan berdemokrasi,” imbuhnya.

Baca juga  Pemuda Pancasila PAC Krian Gelar Santunan Yatim Piatu di Yayasan Barokah

Lebih jauh, Agus menekankan bahwa pejabat publik harus siap dikritik dan dituntut akuntabilitasnya. Menurutnya, menjabat posisi publik berarti membuka diri terhadap evaluasi rakyat, bukan sebaliknya menggunakan kekuasaan untuk menekan rakyat yang bersuara.

“Seorang wakil bupati adalah figur publik. Bila ada kritik, seharusnya dijawab secara terbuka, bukan dilawan dengan laporan hukum yang berpotensi mengintimidasi rakyat,” tegasnya lagi.

PWDPI Sidoarjo, lanjut Agus, berkomitmen akan terus mengawal kebebasan pers dan kemerdekaan masyarakat sipil dalam bersuara. Ia juga menyampaikan kesiapan organisasinya untuk mendampingi secara hukum para aktivis, jurnalis, atau masyarakat yang dikriminalisasi hanya karena menyampaikan kritik atau pendapat.

“Kami tidak tinggal diam. Jika ada upaya intimidatif terhadap pers atau masyarakat sipil, maka kami siap turun tangan,” tandas Agus.

Terakhir, ia juga meminta kepada aparat Polda Jatim untuk bersikap profesional dan objektif dalam menangani aduan yang masuk. Hukum, menurutnya, harus berdiri netral dan tidak digunakan sebagai alat kekuasaan untuk menutup kritik.

“Hukum harus adil, tidak memihak. Bila aduan itu tidak memenuhi unsur pidana, jangan dipaksakan. Jangan sampai penegak hukum justru menjadi alat kekuasaan untuk membungkam suara rakyat,” pungkasnya.

Sebelumnya, organisasi PANTAU berencana menggelar aksi demonstrasi di Polda Jatim pada 10 Juli 2025 lalu, terkait dugaan keterlibatan RM dan Hj. Mimik Idayana dalam sejumlah kasus. Namun, aksi tersebut ditunda dengan alasan menjaga kondusivitas. Meski demikian, Koordinator Lapangan PANTAU, Edy, menegaskan bahwa aksi tetap akan dilanjutkan dalam waktu dekat.

Situasi ini memicu gelombang perhatian dari berbagai kalangan, termasuk kalangan jurnalis dan organisasi pers yang turut prihatin dengan potensi kriminalisasi terhadap suara kritis masyarakat. (tim)