Oknum Wartawan Diduga Memeras ASN, Ketua PWDPI Sidoarjo Tegas : “Ini Pengkhianatan Profesi”

Sidoarjo, inilah berita – Dunia jurnalistik di Sidoarjo kembali diguncang. Seorang ASN berinisial RR, yang bertugas di Lapas Kelas I Surabaya,6 menjadi korban dugaan pemerasan oleh dua oknum yang mengaku wartawan. Kasus ini kini resmi dilaporkan ke Polresta Sidoarjo dan sedang menunggu proses hukum lebih lanjut.

Kasus bermula dari laporan polisi pada 8 Agustus 2024 yang dibuat oleh mantan istri RR, berinisial LA, terkait tuduhan penganiayaan dan perusakan. Laporan tersebut dinilai tidak memiliki dasar hukum kuat, namun justru dimanfaatkan oleh dua pria yang mengaku wartawan.

Pada Maret 2025, RR dihubungi Joko Hermanto yang memperkenalkan diri sebagai wartawan TVRI Jatim. Ia mengajak bertemu di sebuah pujasera dekat Masjid Al-Akbar Surabaya, bersama seorang rekannya, Wachyu Indrawan, yang juga mengaku wartawan.

Dalam pertemuan itu, keduanya mengancam bahwa kasus RR akan dipublikasikan melalui konferensi pers dan media jika tidak diberikan sejumlah uang. RR akhirnya memberikan Rp500 ribu untuk masing-masing orang. Namun, permintaan tidak berhenti di situ.

Pada 12 Juni 2025, keduanya kembali menekan RR agar memberikan uang Rp10 juta. Karena tidak mampu, RR hanya mentransfer Rp3 juta ke rekening Joko. Bahkan, pada Juli 2025, kedua oknum mendatangi kantor RR sambil marah-marah karena tidak ditemui.

Merasa diperas dan martabatnya diinjak-injak, RR akhirnya melaporkan kasus ini ke Polresta Sidoarjo.

Kuasa hukum RR, Andry Ermawan, SH, menyebut praktik pemerasan itu sudah memenuhi unsur pidana Pasal 369 KUHP.

“Permintaan uang terus-menerus ini sudah seperti memperlakukan klien kami sebagai mesin ATM berjalan. Tidak ada hubungannya dengan kerja jurnalistik, ini murni tindak pidana pemerasan,” tegasnya.

Kuasa hukum lainnya, Dade Puji Hendro Sudomo, SH., CPLA., menambahkan bahwa laporan LA terhadap RR sendiri masih sumir dan belum naik ke tahap penyidikan. “Justru laporan itu dimanfaatkan untuk memeras. Kami harap polisi menindak tegas agar ada kepastian hukum,” ujarnya.

Baca juga  Dinilai Gagal Kelola Kuota SPMB, Dispendikbud Sidoarjo Tuai Kritik DPRD dan Publik

Menanggapi kasus ini, Ketua DPC Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) Sidoarjo, Agus Subakti, ST, mengecam keras tindakan yang dilakukan dua oknum tersebut.

“Kami dari PWDPI Sidoarjo mengutuk keras perbuatan yang mencoreng marwah profesi wartawan. Wartawan sejati bekerja dengan pena, data, dan etika, bukan dengan ancaman dan pemerasan. Jika ada yang menjadikan profesi mulia ini sebagai kedok kejahatan, maka mereka adalah pengkhianat profesi,” tegas Agus dengan nada lantang.

Agus menilai, kasus ini bukan hanya merugikan korban, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap insan pers. “Tidak ada barter informasi dengan uang dalam dunia jurnalistik. Jika ada, itu murni kriminal. Dan kriminal harus berhadapan dengan hukum,” imbuhnya.

Agus Subakti, yang dikenal vokal dalam membela independensi pers di Sidoarjo, menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam. Ia menempatkan dirinya dan organisasinya sebagai garda terdepan untuk menjaga kehormatan profesi wartawan.

“Wartawan itu mitra masyarakat dan pemerintah dalam membangun bangsa. Saya tidak ingin masyarakat melihat wartawan sebagai tukang peras. Karena itu, kami mendukung penuh langkah kepolisian untuk menindaklanjuti laporan ini sampai tuntas. Dunia pers harus bersih dari oknum-oknum yang hanya merusak nama baik profesi,” ujarnya.

Di hadapan awak media, Agus juga mengimbau masyarakat agar tidak takut menghadapi ancaman oknum yang mengaku wartawan. “Kalau ada yang seperti ini, laporkan! Baik ke aparat hukum maupun ke organisasi pers yang sah. PWDPI Sidoarjo siap berdiri di depan untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan profesi wartawan,” pungkasnya dengan tegas.

Saat ini, laporan RR masih dalam tahap pemeriksaan di Polresta Sidoarjo. Penyidik diharapkan segera memanggil kedua terlapor untuk dimintai keterangan. Publik kini menunggu ketegasan aparat hukum agar kasus ini menjadi pelajaran penting, bahwa profesi wartawan tidak boleh dipakai untuk menutupi praktik kriminal. (ian)